SERANG – Ketua Pengadilan Tinggi (KPT) Banten, Andriani Nurdin resmi purnabakti. 'Sang srikandi pengadilan' itu purna tugas setelah mengabdi lebih dari 42 tahun.
Purnabakti Andriani tertuang dalam Petikan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 164/P/2024 30 Desember 2024, perempuan kelahiran 27 Desember 1957 itu mengakhiri karirnya sebagai hakim setelah masa kerja 42 tahun 7 bulan.
Kirab wisuda purnabakti tersebut berlangsung khidmat dengan dipimpin langsung Ketua Mahkamah Agung (KMA) RI, Prof Sunarto. Di hadapan barisan para hakim tinggi PT Banten, tampak Andriani dengan didampingi pasangan berjalan menuju panggung wisuda dengan diiringi musik kecapi suling. Turut hadir pula beberapa hakim agung, pejabat eselon I dan eselon II di MA serta unsur Forkopimda.
Prosesi wisuda ditandai dengan pelepasan dan penyerahan tanda jabatan oleh Andriani kepada Prof Sunarto dilanjutkan dengan pengalungan selendang dan pemberian plakat oleh Prof Sunarto kepada Andriani. "Wisuda purnabakti ini merupakan salah satu bentuk penghargaan atas dedikasi, kerja keras dan pengabdian dari Andriani Nurdin, " kata Prof Sunarto di Gedung PT Banten, Senin (30/12/2024).
Menurut Prof Sunarto, purnabakti merupakan hak istimewa bagi seseorang setelah bertahun-tahun bekerja keras. Momentum purnabakti sejatinya pentingnya keikhlasan dalam mengabdi.
"Keikhlasan harus tertanam dalam kalbu sebab mengabdikan diri di lembaga peradilan bukanlah perkara yang mudah karena dibutuhkan kesiapan fisik, mental, intelektual dan spiritual yang matang, " ujar Prof Sunarto yang terus mendengungkan kesederhanaan seorang hakim.
Mengakhiri pidatonya, Prof Sunarto melepas dengan bangga Andriani Nurdin selaku KPT Banten untuk memasuki masa purnabakti.
"Saya menyampaikan apresiasi tertinggi atas dedikasi ibu kepada lembaga tercinta ini, " kata Prof Sunarto memberikan apresiasinya.
Sosok Andriani Nurdin
Lalu siapakah Andriani Nurdin dan bagaimana sepak terjangnya di dunia peradilan Indonesia?
Andriani Nurdin lahir di Jakarta Barat tanggal 27 Desember 1957 dari pasangan suami istri Nurdin Djain dan Ninih. Istri dari Donal Panggabean itu merupakan lulusan sarjana hukum Universitas Indonesia (1981), magister hukum Universitas Indonesia (2003) dan Doktor Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran (2011).
Karirnya di dunia peradilan dimulai saat ia menjadi calon hakim di PN Cirebon (1982). Jabatan hakim mulai dirintis ketika ia bertugas di PN Purwakarta (1985). Ia kemudian dimutasi menjadi hakim PN Wonogiri (1989) dan hakim PN Sumber (1991). Karirnya semakin moncer ketika ia menjabat sebagai Asisten/Panitera Pengganti di MA (1993).
Karir strukturalnya dimulai dari Wakil Ketua PN Cibinong (2000). Meski pernah dimutasi menjadi hakim PN Jakarta Pusat (2002), ia tidak lama kemudian menduduki jabatan Ketua PN Bogor (2004), Wakil Ketua PN Jakarta Pusat (2006) dan Ketua PN Jakarta Pusat (2007). Sebuah prestasi tak terkira karena jarang perempuan yang menjadi Ketua PN Jakpus.
Tidak terbendung, karir Andriani Nurdin terus melesat. Ia dilantik menjadi Hakim Tinggi PT Palembang (2009) kemudian dimutasi menjadi hakim tinggi PT Bandung (2011) dan dipromosikan menjadi Wakil Ketua PT Palangkaraya (2012), Wakil Ketua PT Banten (2013), Ketua PT Nusa Tenggara Barat (2013), Wakil Ketua PT Surabaya (2016), Wakil Ketua PT Jakarta (2019), Ketua PT Jambi (2021) dan berakhir menjadi KPT Banten (2022).
Andriani Nurdin mulai dikenal publik saat ia menyidangkan perkara gugatan Tomy Winata terhadap pemberitaan majalah Tempo di PN Jakarta Pusat tahun 2003 dan pelanggaran HAM berat Tanjung Priok tahun 2004. Selain itu, namanya semakin dikenal ketika ia menghukum Darianus Lungguk Sitorus dalam kasus tindak pidana korupsi kehutanan dan mengabulkan gugatan citizen law suit (CLS) tentang kebijakan Ujian Akhir Nasional (UAN) yang diajukan Tim Advokasi Korban Ujian Nasional (TeKUN) terhadap Pemerintah RI (Presiden, Wakil Presiden, Menteri Pendidikan Nasional dan Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan) tahun 2006.
Andriani Nurdin telah berhasil menapaki karir tertinggi bagi seorang hakim. Panjangnya masa pengabdian yang diemban olehnya berbanding lurus dengan kontribusinya terhadap lembaga peradilan dan dunia penegakan hukum. Oleh karenanya, tidaklah berlebihan jika Prof Sunarto menjuluki Andriani Nurdin sebagai Srikandi Keadilan.